Senin, 20 Februari 2012

Konflik Mesuji Komoditi Ketenaran

Isu yang dihembuskan Mayjen (Purn) Saurip Kadi saat dirinya merasa menjadi pahlawan dengan mengadvokasi warga dan memutar video peristiwa berdarah pembantaian 30 petani Mesuji, Provinsi Lampung di depan yang terhormat anggota DPR RI Komisi III 15 Desember lalu, bukan saja membuat nama baik Lampung tercemar di mata nasional akan tetapi juga mempertaruhkan nama baik Ibu Pertiwi dimata dunia. Usai melemparkan bola panas ini, Saurip Kadi menghilang bak ditelan bumi. Koar Saurip Kadi memperjuangkan nasib rakyat kecil yang tertindas otomatis juga menghilang. Tak ada penyelesaian dan tanggung jawab yang dibebankan untuknya, semua selesai begitu saja. Lantas apa yang didapat warga Mesuji? Nol Besar. Sontak kejadian yang dianggap lebih sadis dari G 30 S PKI, membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kebakaran jenggot. SBY langsung memerintahkan jajarannya membuat Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengungkap kebenaran peristiwa paling biadab di era kepemimpinannya. Tim TGPF kasus Mesuji yang di komandani Wakil Menteri Hukum dan Ham Denny Indrayana menemukan lima temuan awal dari hasil investigasi kasus sengketa lahan antara warga dengan perusahaan. 1. Kejadian itu terjadi pada tiga lokasi, baik di Register 45. Desa Sri Tanjung (Mesuji Lampung) memang ditemukan sengketa lahan antara warga dengan perusahaan. Meskipun detail persoalan berbeda-beda. 2. Sengketa lahan tersebut sudah terjadi dalam proses yang cukup lama yang salah satu titik kejadian muncul korban jiwa, korban luka, dan beberapa kerugian materil di tiga lokasi itu. 3. Utamanya pada dua tempat di Lampung, yaitu Register 45 dan Sri Tanjung jatuhnya korban jiwa perlu pendalaman lebih jauh dan tim akan berkordinasi penuh dengan Komnas Ham terkait persoalan pelanggaran HAM. 4. Kelompok aktor yang ada di masing-masing wilayah ada dari unsure masyarakat, perusahaan, serta aparat keamananan dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di masing-masing setiap lokasi. 5. Melihat Korban jiwa yang meninggal akibat bentrokan warga di tiga lokasi dari periode 2010-2011, di register 45: 1 orang, Sri Tanjung 1 orang dan Sodong 7 orang. Sehingga total korban jiwa yang meninggal akibat bentrok di lokasi tersebut periode 2010-2011 adalah 9 jiwa. Tanpa ada penyelesaian yang berarti TGPF kembali ke Jakarta untuk melaporkan hasil temuan tersebut kepada Presiden SBY. TGFP hanya memberikan rekomendasi kepada pemeritah yang pada saat itu di wakili Menteri Kordinasi Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Joko Suyanto agar mendorong percepatan proses hokum bagi pelaku utama yang menyebabkan 3 korban jiwa, Memberikan bantuan hukum kepada tersangka agar prosesnya berjalan adil, memberikan bantuan pengobatan kepada korban, mengatasi kemungkinan adanya penyebaran tenda diwilayah Register 45 serta melakukan penegakan hukum kepada spekulan tanah. Setelah dilaporkan TGPF pemerintah pusat mengambil keputusan untuk mengembalikan persoalan tersebut kepada pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Lampung. Kembali persoalan sengkata tanah antara warga dengan perusahaan tidak terselesaikan. Apa yang didapat warga dengan menggantungkan harapan kepada pemerintah pusat agar dapat meyelasaikan persoalan mereka? Nol besar Berbeda dengan versi yang disampaikan Mabes Polri. Seperti yang disampaikan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Saud Nasution kepada media massa, pengamanan yang dilakukan 60 personil anggota Polri yang dipimpin AKBP Priyo Wira sudah sesuai Prosedur Tetap (Protap). Menurut Saud tertembaknya Made Asta hingga meninggal dunia disebabkan anarkisme warga saat penertiban lahan perkebunan sawit di Register 45 milik PT Silva Inhutani pada 6 November 2010 yang mengancam keselamatan anggotanya. Juga saat polisi mengamankan warga yang berunjuk rasa di PT BSMI 10 November 2011 dengan terpaksa polisi menembakan senjatanya kepada warga yang menyebabkan empat warga yakni, Robin, Rano Karno,Muslim, dan Harun mengalami luka tembak, serta satu orang lagi bernama Zailani meninggal dunia akibat terjangan peluru petugas, dikarenakan sekitar 300 massa yang beringas menyerang anggota kepolisian saat mengevakuasi karyawan PT BSMI. Kasus penembakan warga yang dilakukan anggota kepolisian hingga kini masih dalam penyidikan Polda Lampung. Saat ini polisi belum bisa menemukan siapa pelaku penembakan Made Asta karena masih mencocokan proyektil dan senjata yang digunakan. Kasus ini hilang dengan sendirinya dimakan waktu. Kembali warga berkutat dengan persoalan semula tanpa ada penyelasaian. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia setelah mengurut kronologi kasus sengketa lahan warga dengan perusahaan hingga menyebabkan dua jiwa melayang dan beberapa mengalami luka tembak, belum lagi penderitaan warga yang tinggal ditenda-tenda pengungsian merekomandasikan banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan perusahaan dan aparat keamanan yang menjurus pelanggaran HAM, akan tetapi hal ini di bantah pemerintah pusat dan daerah. Lagi lagi persoalan warga tidak terselesaikan. Kedatangan Komisi III DPR RI Ke Lampung dengan menamakan kunjungan kerjanya untuk menyelesaikan kasus Mesuji pun tidak ada kontribusinya yang berarti bagi warga yang sedang berkonflik. Usai menghujat dan memojokan Pemerintah Provinsi Lampung, rombongan yang di pimpin Azis Syamsudin politisi asal golkar yang juga putra daerah Lampung kembali ke Jakarta meninggalkan harapan bagi warga Mesuji agar persoalan mereka terselesaikan. Tidak juga, komisi yang membidangi hukum hingga hari ini, tak ada kabar dan penjelasan. Penyelasaian yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga sangat sensitive, Gubernur Lampung Drs Sjahcroedin ZP sempat mengatakan beberapa waktu lalu, “Lihat cara saya dalam menyelesaikan kasus Mesuji dan Register 45. Tidak perlu ada ekspos media, saat ini sudah hampir separuh warga yang mendiami Register 45 yang meninggalkan kawasan tersebut, “ungkap Sjachroedin usai pertemuan antar tokoh masyarakat pasca bentrok warga Sidomulyo Lampung Selatan. Perlu diketahui, Register 45 merupakan tanah terlarang bagi rakyat kecil yang mendiami daerah tersebut. Jangankan mendapat KTP warga yang menghuni tanah tersebut tidak diakui keberadaannnya. Dikawatirkan terjadi perang saudara apabila warga tetap bertahan untuk tinggal dan berusaha didaerah larangan tersebut, dikarenakan warga asli Mesuji sudah disusupi menejemen konflik untuk mengusir warga yang dianggap perambah bila tetap bertahan. Senin (20/2) Pemprov Lampung kedatangan Komisi IV DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua nya Herman Khaeron. Kedatangan mereka juga dengan alasan yang sama untuk meyelelsaikan kasus pertanahan Di Mesuji. Usai berdebat dan mengatakan konflik pertanahan antara warga dengan perusahaan besar seperti PT Silva Inhutani dan PT BSMI yang mendapat kepercayaan oleh penguasa negara untuk mengelola tanah yang diharamkan bagi rakyat kecil untuk mengolahnya hingga berlarut sejak tahun 1991 karena adanya iming-iming dan provokasi yang bermuara pada pelanggaran Undang-Undang tentang Kehutanan, rombongan kembali tanpa adanya kesimpilan yang berarti. Bahkan konflik yang berlarut ini, dituding oleh salah satu anggota Komisi IV, DPR RI dari fraksi PKS, Rofi’ Munawar, ada pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Dari sekian rombongan yang berbondong-bondong datang ke Lampung untuk menyelasikan kasus pertanahan Mesuji tak ada yang memberikan kejelasan. Bandarlampung, 21 February 2012 Iwan Kodrat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar