Masih ingat tidak,
pemilihan legislatif (Pileg) atau pemilihan anggota DPR baik DPR RI atau DPRD
provinsi maupun kabupaten/kota 2009 lalu?
Apakah bapak/ibu
kenal dengan calon wakil ini? Terus apa yang membuat bapak/ibu percaya dan
memilih orang-orang ini untuk menjadi wakil rakyat?
Pertanyaan seperti
ini beberapa kali pernah saya lontarkan kepada masyarakat yang sedang
berkumpul. Berbagai jawaban dan alasan mereka sampaikan ketika memilih seorang
wakil rakyat.
“Kami tidak tahu
dan tidak kenal, kalau calon anggota DPR RI dan DPRD provinsi. Ada yang
menyuruh untuk memilih, kami sekeluarga yang sudah berhak ikut Pemilu diberi
uang Rp50.000/orang dan kaos untuk mencoblos gambar orang itu saat Pemilu 2009
lalu” jawab orang itu polos.
“Kalau calon
anggota DPRD tingkat II (kabupaten/kota), kebetulan memang orang sini.
Sebenarnya kami tidak begitu kenal dengan dia, itu juga kami diberi uang oleh
tim suksesnya,” jawabnya lagi.
“Setelah tiga tahun
sejak 2009 mereka menjabat anggota DPR, apa yang sudah diberikan atau diperjuangkan
oleh anggota DPR RI/DPRD pilihan bapak/ibu ini. Setidaknya buat masyarakat sini
yang menjadi daerah pemilihannya?” Saya coba melanjutkan pertanyaan kepada
mereka.
“Tidak tahu.
Setelah Pemilu, ya sudah semua berlalu. Kami juga tidak tahu apa yang
diperjuangkan mereka untuk masyarakat daerah ini” jawab mereka lagi.
(Nama-nama dan
daerah yang menjadi objek tulisan sengaja tidak dimunculkan untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan).
Menyimak penggalan
dialog ini, kalau kita mau jujur dan objektif, apa benar anggota DPR RI/DPRD
Provinsi dan kabupaten/kota adalah wakil rakyat? Apa benar mereka di Parlemen merperjuangkan
kepentingan dan kesejateraan rakyat Indonesia yang memilihnya?
Mungkinkah, dengan
mengatasnamakan wakil rakyat, sebenarnya mereka ini adalah wakil partai
pengusung untuk kepentingan kelompok dan golongannya saja. Atau mereka ini
sekolompok orang yang menjadikan suara rakyat, terutama rakyat miskin sebagai
komoditi untuk memanfaatkan fasilitas negara demi mencari kekayaan pribadi,
kelompok dan golongan saja.
Seharusnya perlu
dipertanyakan dengan kritis kepada wakil rakyat ini, rakyat mana yang diperjuangkan
nasibnya oleh mereka?
Kita tidak bisa
memungkiri kebenaran pernyataan negative yang sering dilontarkan berbagai
kalangan kepada anggota DPR RI/DPRD, jika melihat banyak rakyat Indonesia yang
masih terjebak dalam kemiskinan. Pendidikan yang layak dan mencerdaskan sulit
dijangkau masyarakat kaum bawah, serta kesehatan yang mahal dan hanya untuk
kaum atas saja.
Terlebih masyarakat
pedesaan dan pedalaman yang tak tersentuh arti pembangunan. Belum lagi banyak
anggota DPR RI/DPRD yang tertangkap dan dipenjarakan akibat korupsi.
Tugas pokok dan
fungsi (Tupoksi) DPR RI/DPRD adalah Anggaran (Budgeting), Pengawasan (Monitoring)
serta membuat Undang-undang dan Peraturan Daerah (Legislasi).
Mengacu tiga hal ini, anggota DPR RI/DPRD
membahas dan mengesahkan anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat
Indonesia. Kemudian mengawasi dan mengesahkan peraturannya sebagai payung
hukum, agar tidak terjadi penyimpangan dan salah menjalankannya.
Kenyataannya tidak
begitu! Sudah menjadi rahasia umum mereka melakukan lobi-lobi (Bergening) untuk
mengesahkan anggaran. Banyak dugaan yang dituduhkan harus ada fee sekian persen
yang didapatkan jika ingin anggaran di Kementerian atau dinas terkait ingin
disahkan. Belum lagi, oknum-oknum anggota legislatif yang mendapat jatah proyek
di perintahan.
Padahal, wakil
rakyat ini mendapatkan gaji puluhan juta, belum lagi ditambah tunjangan, uang
perjalanan dinas, tunjangan rumah, asuransi kesehatan, uang reses dan tetek
bengek lainnya.
Kinerja dewan
terhormat ini dalam pengawasan juga perlu dipertanyakan. Banyak pembiaran dari
mereka meski anggaran yang diajukan pemerintah tidak menyentuh langsung ke
masyarakat.
Untuk mengesahkan
Perundang-undangan dan Perda yang belum tentu berpihak kepada rakyat, harus
dilakukan study banding ke luar negeri, luar daerah dengan biaya yang sangat
mahal.
Sudah pasti
anggaran yang dipakai dari uang pajak rakyat yang dikumpulkan. Mereka
beralasan, jika hal ini tidak kabulkan, satu undang-undang dan Perda akan sulit
dibahas dan disahkan.
Seharusnya partai
politik selektif dalam menjaring kadernya yang akan dijadikan anggota DPR
RI/DPRD. Hal ini dilakukan, agar lembaga negara ini tidak hanya dijadikan lahan
pekerjaan dan tempat mencari kekayaan, akan tetapi juga sebagai tempat
menampung aspirasi rakyat Indonesia agar makmur sentosa dan sejahtera seperti yang
dicita-citakan pendiri bangsa.
Bandarlampung, Sabtu Dini Hari 29/12/2012
Iwan Kodrat